• RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

MENGELOLA KINERJA DIRI SENDIRI DI TEMPAT KERJA

Posted by GBI Kudus On Senin, November 15, 2010

Bagi manusia Indonesia, usia 65-70 tahun dan antara umur 17 sampai dengan usia 55-60-an merupakan usia rata-rata kerja secara aktif, baik sebagai seorang wiraswastawan maupun sebagai seorang karyawan suatu perusahaan tertentu.

Sebagai seorang wiraswastawan, ukuran kinerjanya lebih banyak, bergantung pada usaha yang dilakukannya sendiri, dalam arti bahwa sangat dimungkinkan yang bersangkutan menjadi direkturnya, staf personalia, bisa juga menjadi manajer keuangan, manajer promosi, bahkan juga sebagai tenaga ahli bidang tertentu dalam bidang usaha yang dijalankannya.

Namun, bagi individu yang bekerja dalam suatu organisasi kerja dan menjadi salah satu karyawan dalam organisasi tersebut, tentunya terikat pada kondisi kerja tertentu pula. Sulit diterima akal sehat dalam kondisi seperti ini yang bersangkutan bertindak "suka-suka gue," karena setiap karyawan yang bekerja dalam organisasi ini pasti akan dituntut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan visi dan misi organisasi di tempat di mana ia diangkat menjadi karyawan.

Yang bersangkutan akan dituntut untuk memberikan kontribusi dalam usaha organisasi mencapai output tertentu. Secara teoritis seharusnya organisasi memberlakukan secara standar out-put apa yang diharapkan dari setiap karyawan yang bekerja. Namun, banyak juga terjadi bahwa hal ini tidak terwujud atau juga tidak dikelola secara baik dan benar. Kenyataan yang terjadi di lapangan tidak selalu seindah seperti yang tertuliskan.

Penilaian Kerja
Kita mungkin mendapatkan atasan yang tidak asertif, yang dapat menjalankan aturan-aturan yang ada secara dinamis. Atau mendapatkan atasan yang tidak peduli mengenai proses penilaian kinerja yang dilakukan setahun sekali. Bahkan atasan kita ini justru menyerahkan formulir penilaian prestasi kepada kita untuk kita bikin sendiri, agar kita bikin hasil kinerja kita sendiri. Seharusnya tidaklah demikian, karena atasan kitalah yang harus melakukannya; namun tak ada salahnya hal tersebut kita penuhi juga dengan beberapa hal yang kiranya penting untuk diingat:

* Bahwa bekerja secara efektif merupakan hal yang penting bagi seseorang. Tidaklah cukup hanya sekadar bekerja dengan tidak membuat kesalahan sama sekali, tidaklah cukup hanya bersemboyankan "pokoknya aku bekerja tanpa ada kesalahan secuil pun" dalam bekerja sepanjang tahun. Organisasi perusahaan di masa mendatang menuntut para pekerjanya/karyawannya untuk memberikan kontribusi yang nyata bagi kelangsungan hidup perusahaan. Tidak peduli apakah perusahaan ini milik negara ataupun milik satu kelompok tertentu; kesemuanya akan melakukan manajemen kinerja yang secara umum, dapat disebutkan sebagai suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa sehingga keduanya dapat bertemu. Namun sering kali hal ini tidak terlaksana dengan baik. Masih banyak ditemui atasan yang tidak pernah melakukan proses penilaian prestasi bawahannya dengan baik dan benar.

* Bahwa kita sebagai bawahan sering kali tidak pernah mendapat bimbingan dari atasan kita. Seakan kita "dibiarkan" tumbuh berkembang sendiri, cari-cari pemecahan sendiri, berusaha sendiri yang ujung-ujungnya kalau kita mengggantungkan faktor di luar diri kita, maka akan membuat kita menjadi acuh dan tidak merasa perlu untuk menampilkan prestasi kita yang terbaik. Semakin lama hal seperti ini terjadi, semakin jauh pulalah kita dari keinginan untuk berprestasi, dan semakin "tenggelam" pulalah kita untuk selalu menggantungkan prestasi kerja kita kepada atasan kita.

Merugikan Diri Sendiri
Sering timbul pernyataan yang menyalahkan atasan karena atasan tidak memberi kita arahan bagi pelaksanaan suatu tugas, semakin banyak kita menunjuk sesuatu di luar diri kita yang membuat kita tidak memiliki semangat kerja. Ketergantungan kita terhadap faktor di luar diri kita kalau tidak kita sadari justru akan merugikan kita sendiri. Kita akan menjadi malas, jemu bekerja, uring-uringan, tidak mau berpikir panjang, setiap saat hanya menunggu perintah atasan. Bilamana hal ini terus berkelanjutan, justru kita sendirilah yang akan dirugikan. Dalam situasi seperti ini tidak akan berdampak negatif bagi kita seandainya kita tidak menggantungkan kinerja kita kepada faktor di luar diri kita.

Caranya adalah dengan memanfaatkan secara positif kesempatan yang diberikan kepada kita sewaktu kita diminta untuk membuat atau mengisi sendiri formulir penilaian prestasi tersebut. Memanfaatkan dalam hal ini bukanlah dengan meninggi-ninggikan hasil kerja kita, bukan pula dengan mereka-reka bahwa kita sudah memberikan kontribusi terbaik kepada organisasi kerja kita, akan tetapi saat mengisinya justru kita harus sangat berhati-hati.

Bisa jadi bagaimana cara kita mengisinya ini juga menjadi salah satu bagian dari apa yang hendak dinilai dari diri kita selain penilaian terhadap kinerja kita selama sepanjang tahun sebelumnya. Rasa tanggung jawab diberi kesempatan untuk mengisinya merupakan faktor yang perlu mendapatkan perhatian dari kita dalam arti kata bahwa kita tidak sembarangan saja mengisinya. Kita mengisinya dengan memperhatikan segala ketentuan yang berlaku secara umum di dalam organisasi kerja di mana kita berada. Kita mengisinya dengan mengacu kepada pembicaraan pada awal tahun kerja yang bersangkutan yang dilakukan dengan atasan kita.

Setelah mengisinya yang menurut kita begitulah kinerja kita selama 12 bulan berselang, mungkin saja oleh atasan kita yang berhak menilai kita akan dirombak. Dalam keadaan seperti ini tidaklah perlu kita "mutung" atau "berang dan ingin unjuk otot," akan tetapi pergunakanlah kolom komentar dari karyawan yang dinilai yang ada pada formulir tersebut.

Tidak Akan Selamanya
Bersikukuh dengan atasan yang berhak memberikan penilaian tidak akan memberikan kebaikan apapun bagi kita sebagai bawahan yang dinilai. Catatan yang kita bubuhkan itupun hanyalah sebagai catatan untuk dijadikan perhatian oleh pihak SDM maupun bagi kita sendiri, dan tentu saja atasan yang berhak menilai kita pada akhir tahun kerja periode berikutnya.

Cukupkah itu semua? Tentu saja tidak. Sepanjang tahun kerja periode berikutnya ini kita tetap harus memperlihatkan kinerja kita yang merupakan kontribusi kita kepada organisasi kerja di mana kita bekerja ini. Ingat bahwa bisa jadi kita tidak akan selamanya bergabung dalam organisasi kerja ini, mungkin saja kita akan tidak betah tinggal berlama-lama di organisasi kerja yang tidak sesuai dengan tuntutan nurani kita.

Tapi apakah betul organisasi ini organisasi kerja yang berengsek? Atau mungkin kita juga yang tidak bisa mengerti apa yang dimaui oleh organisasi. Apakah keputusan untuk keluar adalah juga keputusan yang akan memberikan gambaran kerja termasuk situasi kerja yang akan sesuai dengan kita? Belum tentu.

Bisa saja terjadi organisasi baru itu justru lebih berengsek lagi, bisa jadi lebih tidak sesuai dengan diri kita; dan apakah kita akan selalu berpindah kerja terus menerus? Pasti juga tidak.

Jalan yang paling baik yang perlu kita perhatikan adalah kenalilah diri kita sendiri terlebih dahulu. Tidaklah mungkin organisasi kita ubah agar dapat sesuai dengan diri kita, dengan keiinginan kita.

Berpikirlah realistis, dan yang paling mungkin adalah kita yang menyesuaikan diri dengan budaya kerja atau kondisi kerja yang ada di organisasi kerja ini.

Catatan atau pengalaman kerja kita akan merupakan perhatian yang akan ditelusuri oleh penerima kerja berikutnya, dan bilamana kita dapat memperlihatkan sikap positif kita tentunya kita jugalah yang akan memperoleh manfaat balik.

Kinerja kita tidaklah sangat tergantung kepada atasan kita yang berhak menilai, tidak juga kepada budaya organisasi kerja di mana kita berada; akan tetapi sangat tergantung kepada diri kita sendiri yang telah menyepakati untuk bekerja di organisasi kerja ini. 


(GloriaNet )