• RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

NILAI – NILAI KERAJAAN ALLAH

Posted by GBI Kudus On Minggu, Mei 18, 2008

Nilai-nilai Kerajaan Allah, antara lain:

1. Sabar dan dapat menguasai diri.
“Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”(Amsal 16:12).
Untuk dapat menjadi seorang pahlawan, kita harus memenangkan suatu peperangan. Dan orang yang sabar, melebihi seorang pahlawan karena ia dapat menguasai/ mengendalikan emosinya. Tuhan tidak melarang kita untuk marah. Kita boleh marah, jika melihat ketidakbenaran. Tapi kita marah, tetap dalam koridor kasih, supaya kebenaran kembali ditegakkan. Yang tidak boleh adalah sifat pemarah (suka marah). Orang yang seperti ini tidak dapat menguasai dirinya.
Waktu Salomo menulis kitab Amsal, yang dimaksud dengan ‘kota’ waktu itu, adalah suatu daerah yang dikelilingi oleh tembok yang kuat, dan memiliki pintu gerbang yang kokoh demi keamanan dari serangan musuh. Sehingga untuk dapat merebut kota, dibutuhkan kekuatan yang besar. Tapi Salomo menulis; seorang yang dapat menguasai diri, ia melebihi seorang yang merebut kota. Itu berarti; seorang yang dapat menguasai diri adalah seorang yang kuat.

2. Benci dosa, tapi mengasihi orang berdosa.
Kita membenci perbuatan dosa, karena itu kita menolak untuk tidak berbuat dosa. Tapi kita mengasihi saudara kita yang sudah jatuh dalam dosa, untuk memulihkannya, sehingga saudara kita dapat kembali bangkit untuk hidup dalam rencana Allah. Dengan demikian, kita memutus rantai pekerjaan iblis. Kita tidak dipanggil untuk menghakimi (Matius 7:1), kita dipanggil untuk memulihkan saudara kita yang jatuh. Seperti Tuhan Yesus ketika berjumpa dengan seorang perempuan yang berzinah, Ia mengampuni dan memulihkannya. Yesus berkata: “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (Yohanes 8:11)

3. Kristus adalah sumber sukacita kita.
“Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” (Mazmur 73:25).
Jika hal-hal yang ada di dunia ini menjadi sumber sukacita kita, maka iblis akan mudah mengaduk-aduk emosi kita. Karena keadaan di dunia ini tidak stabil, maka emosi /perasaan kita akan naik turun. Tapi jika Kristus adalah sukacita kita, maka kita akan menjadi orang yang kokoh dan stabil, karena Kristus adalah dasar yang kokoh. “Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu.” (Mazmur 34:6).
Kita boleh berdukacita jika kebenaran tidak ditonjolkan. Dan kebenaran itu adalah Firman. Jika kita melihat bahwa di dalam kehidupan: keluarga kita, orang-orang yang dekat dengan kita, bahkan di dalam diri kita sendiri tidak ada kebenaran Firman di dalamnya, kita harus berdukacita karena hal ini. Kita harus berusaha sedemikian rupa sampai kebenaran menjadi nyata.

4. Tidak tamak, tapi secukupnya.
“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:11).
Tuhan mengajar kita tidak tamak, tapi hidup dengan gaya ‘secukupnya’. Orang yang tamak selalu merasa kurang, dan tidak pernah dapat dipuaskan, walaupun semuanya telah diraupnya. Karena manusia diciptakan segambar dengan Allah (Kejadian 1:26), manusia hanya dapat dipuaskan di dalam Dia. Orang yang tamak tidak dapat mengucap syukur, hatinya selalu merasa kosong dan haus. Tapi hanya di dalam Yesus, kita akan dipuaskan. “Sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.” (Mazmur 107:9), sehingga kita dapat bersyukur dengan apa yang telah kita capai dan kita miliki. “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (I Tesalonika 5:18).

5. Yang bernilai kekal adalah sesuatu yang berarti.
Manusia akan mengejar sesuatu yang dianggapnya berarti bagi mereka. Ukuran ‘berarti’ bagi dunia tidak sama dengan ukuran atau nilai ‘berarti’ bagi anak-anak Tuhan. Hakekat kita yang sejati adalah roh kita, karena jika kita mati, maka tubuh kita akan hancur dan yang kekal adalah roh kita. Karena itu sesuatu yang berarti bagi kita atau sesuatu yang berarti menurut Kerajaan Allah adalah sesuatu yang bernilai kekal.
Hal-hal sekecil apapun yang kita lakukan untuk Tuhan, itupun ada upahnya (Markus 9:41). Dan di dalam persekutuan kita dengan Tuhan, jerih payah kita tidak sia-sia (I Korintus 15:58). Bahkan apapun yang kita lakukan untuk Tuhan akan menyertai kita sampai ke dalam kekekalan (Wahyu 14:13).

6. Sukses atau berhasil jika kita dapat mencapai apa yang menjadi sasaran Tuhan dalam hidup kita.
Keberhasilan menurut dunia adalah bila kita memiliki simbol-simbol kesuksesan, yaitu sesuatu yang dapat diukur dengan uang. Tapi berhasil menurut Tuhan adalah jika kita dapat mencapai apa yang menjadi sasaran /tujuan Tuhan dalam hidup kita, yaitu hidup menyatakan Kristus. Kita harus dapat membedakan antara sarana dan sasaran. Sarana adalah pelengkap untuk dapat mencapai sasaran. Sasaran adalah sesuatu yang harus kita kejar. Harta, kekayaan, kedudukan, prestasi adalah sarana, sedangkan hidup bagi Kristus, adalah sasaran.
Iblis berusaha sedemikian rupa, supaya anak-anak Tuhan fokusnya berbelok, yaitu: ia membuat kita mengejar sarana. Fokus kita harus jelas, yaitu untuk dapat mewujudkan isi hati Allah, menjadi terang dan garam bagi dunia ini.
Rasa sakit hati, kesedihan, kepahitan, frustasi, salah pengertian, ketidakmampuan memaafkan kesalahan, kecemburuan, dan sebagainya, semuanya itu adalah dosa-dosa kedagingan, dosa-dosa kejiwaan, yang bila tidak diatasi/ diselesaikan dengan baik, pada suatu hari kelak akan dapat menghalangi langkah kemajuan kita untuk meraih sasaran Bapa.
Bila kita hidup mengejar sarana, kita akan hidup dalam sistem dunia dan nilai-nilai dunia dan akan menjadi sama seperti dunia. Mereka tidak dapat menjadi terang dan garam dunia. Bila kita hidup bagi tujuan Allah dalam hidup kita, maka sarana yang kita butuhkan untuk dapat mencapai sarana, akan Tuhan sediakan bagi kita (Matius 6:33). Kedudukan atau status sosial yang tinggi, tujuannya agar dampak atau pengaruh yang diberikan makin besar bagi Kerajaan Allah. Demikian juga dengan potensi, pengetahuan, berkat dan talenta.